Alenia.id – Anggota Bawaslu RI, Puadi, menegaskan pentingnya profesionalisme dalam penanganan pelanggaran pada Pilkada Serentak 2024 kepada jajaran Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota di Lampung.
Pernyataan tersebut disampaikan Puadi saat menutup Rapat Kerja Evaluasi Sistem Tata Laksana dan Koordinasi Penanganan Pelanggaran Pemilu 2024, yang diadakan di Novotel Lampung, Kota Bandar Lampung, pada Sabtu (20/7/2024).
Sebagai Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi Bawaslu RI, Puadi menekankan bahwa pengawas pemilu harus meningkatkan kompetensi dalam bidang hukum beracara dan proses pembuktian.
Puadi menyatakan bahwa pengawas pemilu harus memahami regulasi penanganan pelanggaran dengan baik dan menjadikannya pedoman dalam menjalankan tugas, terutama terkait ketepatan waktu dan prosedur.
“Kita harus sangat berhati-hati dalam menangani pelanggaran. Untuk Pilkada 2024, saya berharap Bawaslu Provinsi Lampung dapat meningkatkan kompetensi koordinator divisi penanganan pelanggaran dan staf Bawaslu Kabupaten/Kota,” ujar Puadi.
Puadi juga menyampaikan bahwa Bawaslu RI telah melakukan penguatan penanganan pelanggaran kepada koordinator divisi dan staf-staf Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kabupaten/Kota secara bertahap.
“Penguatan penanganan pelanggaran ini dilakukan dalam empat gelombang: pertama di Papua, kedua di Batam, ketiga di Yogyakarta, dan keempat di Kendari,” jelas Puadi.
Jajaran pengawas pemilu di Provinsi Lampung mengikuti gelombang kedua penguatan penanganan pelanggaran di Batam.
Bawaslu RI memberikan pembekalan terkait penanganan pelanggaran, baik yang bersifat laporan maupun temuan.
“Laporan harus melalui Bawaslu, meskipun ada tiga lembaga yang terlibat: Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan. Namun, pintu masuk utama adalah Bawaslu,” kata Puadi.
Puadi meminta agar Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota sebagai garda terdepan dalam menerima laporan masyarakat dapat memberikan pelayanan yang optimal.
Terkait dengan temuan, Puadi menekankan pentingnya memiliki bukti yang kuat untuk dijadikan dasar tindakan.
“Jika bukti tidak kuat, kita yang menemukan dan kita juga yang harus menghentikan di tengah jalan. Oleh karena itu, bukti harus sangat kuat,” tegasnya.
Puadi berharap seluruh jajarannya memahami kembali hukum acara dan pembuktian, serta segera melakukan proses penelusuran saat menemukan informasi awal. (*)