Alenia.id – Seorang perempuan berusia 19 tahun, SN, melaporkan kakak angkatnya, yang berinisial Wr, atas dugaan perampasan barang pribadi, termasuk motor, handphone, dan perhiasan emas.
Peristiwa tersebut terjadi pada 6 Agustus 2024 dan membuat korban merasa terancam dan tak lagi dapat bertahan dengan perlakuan tersebut.
SN melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian dengan pendampingan pengacara, Haris Munandar.
“Kami melaporkan seseorang bernama Wr atas dugaan tindak pidana Pasal 362 dan 372 KUHPidana,” ungkap Haris dalam keterangannya, Rabu (20/11/2024).
Menurut pengacara korban, kejadian perampasan itu terjadi di tempat kerja Siti di salah satu hotel di Bandar Lampung.
Pada malam itu, sekitar pukul 03.00 WIB, saat korban pulang dari hotel, pelaku memaksa Siti untuk menyerahkan handphone iPhone 11 miliknya dan mengambil gelang emas seberat 3 gram serta sepeda motor korban.
SN, yang sudah lama merasakan perlakuan tidak menyenangkan dari terlapor, mengatakan bahwa tindakan tersebut merupakan puncak dari kekerasan verbal dan fisik yang sudah ia alami selama ini.
“Awalnya hanya diancam, lama-lama sering dipukul. Saya sudah tidak tahan lagi, makanya saya laporkan kejadian ini,” kata SN.
Korban juga menyebutkan bahwa terlapor merasa iri dengannya dan berusaha merusak hubungan keluarga dengan memfitnah dirinya di hadapan ibu angkat mereka.
“Dia merasa iri, lalu menfitnah saya ke ibu angkat, yang akhirnya terperdaya,” jelas SN
Siti juga mengungkapkan bahwa terlapor sempat mengancam akan membakar dokumen pribadinya, seperti ijazah, raport, dan akte kelahiran.
“Dia bilang sudah membakar dokumen pribadi saya, itu dikatakan ibu terlapor,” ujar SN
Keprihatinan semakin mendalam setelah korban menceritakan perlakuan kasar yang telah ia terima dari terlapor sejak lama.
“Terlapor sering menghina saya sebagai anak pungut dan memukul saya. Selama ini, saya tinggal di rumah ibu angkatnya, tetapi anak-anak terlapor pun ikut kasar kepada saya,” ujar SN.
SN juga mengungkapkan bahwa untuk menghindari kekerasan tersebut, ia sempat tinggal di pesantren Riyadhus Sholihin di bawah pimpinan Abah Ismail Zulkarnain.
“Saya terpaksa pindah dan tinggal di ponpes untuk mencari perlindungan,” katanya. (*)